Total Pageviews

Sunday, 18 December 2016

LAHIRNYA DOGMA TRINITAS

     Masalah Trinitas sekalipun sebenarnya tidak dipermasalahkan oleh Jemaat awal pada masa Yesus dan Para Rasul hidup, namun sejak abad ke-4, Arius mendadak mempersoalkannya sehingga bapak-bapak gereja kemudian merumuskannya srbagai dogma atau doktrin tertentu melalui konsili Nicea dan Konstantinople. Jadi, keyakinan Trinitas bukanlah hasil gereja namun ajaran Alkitab yang kemudian dirumuskan oleh gereja sebagai usaha untuk mempertegas ajaran Trinitas ketika Arius pada awal abad ke-4 mempersoalkan ajaran Trinitas.
     Ajaran Trinitas atau Tritunggal yang dipercayai umat Kristen sering menjadi batu sandungan orang, bukan saja dari kalangan luar seperti agama Islam namun juga dari kalangan Kristen sendiri.
     Sejak kehadiran Yesus, agama Yahudi menolak dengan tegas KeTuhanan maupun keAllahan Yesus. Arius pada abad ke-4 menolak menyetarakan Yesus.dengan Allah dan pada akhir.abad ke-19 ajaran Arianisme muncul kembali dalam aliran Saksi-saksi Jehovah yang bukan hanya sangat Anti-Trinitarian namun juga menganggapnya sebagai ajaran yang dipengaruhi dewa-dewa Babel dan Mesir. Plato, bahkan disebut sebagai berasal dari setan dan disebut bahwa ajaran ini dikembangkan oleh susunan kristen pada abad ke -4. Benarkah ajaran Trinitas itu baru muncul pada abad ke-4?

JEMAAT AWAL

     Kelihatannya soal ini cukup simpang siur karena orang lebih menilainya dengan prasangka.
     Bila kita menyimak ajaran gereja sejak awalnya, ajaran mengenai Tuhan yang esa (echad Kitab Ulangan 6:4) yang menyatakan diri dalam Bapa, Anak dan Roh Kudus sebenarnya sidah ada sejak Perjanjian Lama sekalipun tidak diungkapkan sebagai suatu rumusan dogma / doktrin tertentu, lagipula istilah Trinitas tidak ada dalam Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
     Kalau begitu mengapa soal ini kemudian berkembang dan memuncak di abad ke-4 sebagai suatu doktrin yang disebut Trinitas?
     Bila kita mempelajari Alkitab Perjanjian Lama dengan hati terbuka memang disitu keesaan Allah jelas ditekankan, namun di banyak bagian dapat dilihat adanya ungkapan penyataan lainnya selain Allah Bapa, misalnya Malak Allah, firman dan Roh Allah.
     Dalam Perjanjian Baru pernyataan mengenai keesaan Allah juga masih terus didengungkan, namun sejalan dengan itu soal penyataan Allah dalam firman (Logos) maupun Roh Kudus (Parakletos) makin jelas terungkap. Jadi, sekalipun dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru tidak dirumuskan dalam bentuk doktrin Trinitas, keyakinan mengenai Tuhan yang esa yang menyatakan diri itu menjadi bagian pengakuan iman umat percaya sejak awalnya.
     Praktis jemaat pertama menerima ketritunggalan itu tanpa mempersoalkan dan mereka dalam upacara pembaptisan anggota jemaat yang baru selalu mengulang perintah Tuhan Yesus yang menyuruh mereka membaptis dalam nama "Bapa, Anak dan Roh Kudus" (Injil Matius 28:9), ini mrncakup pengakuan seperti diucapkan oleh Thomas yaitu: "Tuhanku dan Allahku" (Injil Yohanes 20:28) mewakili pengakuan jemaat awal akan ke"Tuhan"an dan ke"Allah"an Yesus.

GNOSTIK

     Sekitar abad pertama, pengaruh luar mulai mempersoalkan keyakinan soal hakekat Allah yang diterima tanpa reserve oleh jemaat awal itu. Pada waktu itu ada pengaruh kuat kepercayaan mistik gnostik yang berkembang disekitar Laut Tengah.
     Gnostik mengajarkan bahwa ada dua asal yang menghasilkan segala sesuatu yaitu Allah yang menciptakan roh dan Demi Urgos yang menciptakan materi. Disini kekuatan Allah dibatasi kekuasaan demi-urgos itu dan Allah tidak pernah menyatakan diri.
     Allah Anak yang kemudian menjadi manusia dalam gnostik dianggap termasuk dalam dunia roh, yang diciptakan oleh Allah. Kepercayaan ini ada juga pengaruhnya di kalangan Kristen dan kelihatannya merangsang timbulnya Arianisme pada abad Ke-4.

ARIANISME

     Sebenarnya sejak abad ke-2 sudah ada usaha untuk merumuskan hakekat Allah, misalnya Theofilys dari Antiokhia (ca. 180) yang menyebut istilah "triad" dan kemudian Tertulianus menyebut soal "Trinitas" namun belum dalam oerumusan doktrin yang jelas dan lengkap.
     Timbulnya usaha untuk merumuskan soal ketritunggalan itu dalam perumusan Trinitas sebenarnya dipicu oleh adanya gagasan berbeda yang dilontarkan oleh Arius (ca 320)., seorang penatua gereja di Alexandria Afrika Utara.
     Arius mengemukakan bahwa Anak Allah adalah ciptaan dan sebagai firman (logos) ia bukanlah Allah dan juga bukan manusia biasa. Firman adalah ciptaan yang berada di antara Allah dan manusia, ia lebih rendah dari Bapa, namun diangkat sebagai "anak angkat" dengan gelar "Anak Allah". Firman itu diciptakan pertama dan paling besar dari semua ciptaan, kemudian firman itu menciptakan yang lainnya. Menurut Arius ada saatnya firman itu tidak ada, kemudian diciptakan oleh Allah dan disebut " Allah " juga.

KONSILI NICE

     Pada umumnya mayoritas bapak gereja menolak ajaran Arius yang dianggap tidak sesuai dengan Alkitab. Alexander seorang uskup di Alexandria menolak pemikiran Arius dan karena menjadi perdebatan di kalangan beberapa pemimpin jemaat, raja Konstantin mengadakan konsili Nicea pada tahun 325 untuk membahas kontroversi ajaran Arius ini.
     Mayoritas yang hadir dari 300 peserta dalam konsili itu menolak ajaran Arius dan menganggapnya tidak sesuai dengan firman Tuhan dan meneguhkan kepercayaan semula mengenai ke"Allah"an Yesus yang setara dan sehakekat dengan Allah Bapa
     Tanpa adanya doktrin Trinitas pun mayoritas jemaat pada abad-abad awal sebenarnya menyakini adanya kejamakan dalam keesaan Allah. Namun, karena Konstantin ingin netral, hasil konsili tidak ditindak lanjuti olehnya, apalagi setelah melihat kenyataan bahwa anaknya bersimpati kepada Arius. Lagipula, kala itu Eusebius, seorang uskup Konstantinopel adalah kawan dekat Arius dan yang berpegang theology Origen, dalam usahanya mencari pengaruh kekuasaan di Roma, uskup itu menfitnah Athanasius sehingga Athanaaius beberapa kali harus masuk keluar penjara.
     Namun iman Athanasius tetap teguh dan ia terus berjuang memperjuangkan kebenaran.

KONSILI KONSTANTINOPLE

     Dengan kematian uskup Alexander (328), ia kemudian digantikan oleh Athanasius yang tetap teguh mempertahankan imannya dan sekali lagi dalam Konsili Konstantinople (381), ajaran ke"Allah"an Yesus kembali diteguhkan dan ketritunggalan Allah dirumuskan sebagai ajaran Trinitas, akibatnya Arianisme mengalami kemunduran hingga menghilang pada tahun 650.
     Dari sejarah ini kita mengetahui bahwa doktrin "tritunggal" bukanlah kepercayaan yang berkembang pada abad ke-4 yang dihasilkan oleh gereja Kristen tetapi dalam menghadapi timbulnya bidat Arius maka gereja perlu memberikan perumusan yang sudah ada sejak awal kekristenan itu.

UNITARIAN DAN CHRISTADELPHIAN

     Sekalipun Arianisme sudah usai, secara sporadis ada juga kelompok-kelompok kecil yang mempercayai faham tentang Allah semacam Arianisme, mereka biasanya disebut sebagai Unitarian (Uni = tunggal).
     Salah satu kelompok Unitarian dibentuk oleh John Thomas yang lahir di London pada tahun 1805 dan kemudian berimigrasi ke Amerika pada tahun 1832/dan bergabung dengan kelompok Cambelit. Karena bentrok ia mendirikan sendiri aliran yang dinamakan Christadelphian pada tahun 1838.
     Christadelphian menganut Arianisme, yang tidak mengakui trinitas sebab yang ada hanya Allah saja. Yesus dipercayai bukan sebagai Anak Allah namun sebagai manifestasi roh Allah dalam diri manusia. Kristus baru adalah setelah Yesus lahir, dan Yesus bukan Tuhan
     Roh Kudus hanya alat kuasa yang keluar dari Allah. Kematian Yesus hanya merupakan ekspresi kasih Allah yang perlu dalam penebusan dosa, penebusan Yesus untuk menebus dosa manusia tidak diterima.
     Benyamin Wilson, seorang tokoh Christadelphian, menerjemahkan Alkitab dari bahasa asli secara kata demi kata dan kemudian deretan kata itu ditafsirkan menjadi kalimat. Terjamahan ini disrbut The Emphatic Diaglott (1864, Diaglott artinya "dua bahasa).

SAKSI-SAKSI JEHOVAH

     Pada tahun 1872 Charles Taze Russel mendirikan kelompok penyelidikan Alkitab yang pada prinsipnya menolak ajaran-ajaran Presbyterian yang diikutinya semula, terutama ajaran soal ketritunggalan Allah. Ia kemudian mengacu pada ajaran Christadelphian dan menggunakan terjemahan The Emphatic Diaglott sebagai Alkitab dan kemudian dijadikan dasar untuk terjemahan mereka "The New World Translation of the Holy Scripture" (NW, 1950 - 1961)
     Kelompok ini menamakan diri "siswa-sisea Alkitab" dan kemudian Saksi-saksi Jehovah sejak tahun 1931. Saksi-saksi Jehovah merupakan kebangunan kembali semangat Anti-Trinitarian faham Gnostik dan Arianisme.